Rabu, 26 Desember 2012

PERKEMBANGAN KURIKULUM MI DI INDONESIA



PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN MI DI INDONESIA
Oleh: Muhammad Khafidin( D07209061)
STRUKTUR DAN MUATAN  KURIKULUM MI

A.    Perkembangan  Inovasi-InovasiKurikulum dan Pembelajaran
Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi pembelajaran, yang diperkuat dengan berbagai kebijakan pada masa inovasi tersebut diterapkan. Secara spesifik makalah ini menyajikan berbagai inovasi kurikulum dan pembelajaran yang telah dan sedang dilakukan hingga saat ini.[1]
Sebagai gambaran awal, berikut ini akan disajikan mengenai beberapa perkembangan kurikulum khususnya di Indonesia dimulai daritahun 1968 hingga 2004 dan 2006 dengan spesifikasi orientasi dari masing kurikulum-kurikulum tersebut, secara garis besar perkembangan tersebut disajikan dalam tabel ,sebagai berikut:

Tabel. 1
Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
NO
TAHUN
FOKUS ORIENTASI
1
1968
SubjectMatter (mata pelajaran)
2
1975
Terminal Objectives (TIU, TIK)
3
1984
KeterampilanProses (CBSA Project)
4
1994
Munculnya pembagian kamar antara kurikulum nasional dengan kurikulum muatan local
5
2004
Kurikulum Berbasis Kompetensi
6
2006
Kurikulum berbasis lokal (daerah/satuan pendidikan)

Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam psoses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Setelah rentjana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana pendidikan 1964. yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pemabaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pemabelajaran diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan serta pengembangan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI). Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan[2]. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan itu penting. Kurikulum ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan (dalam Dwitagama: 2008).[3]
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
  • Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
  • Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
  • Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  • Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
  • Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.[4]
POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
Jenjang Pendidikan Dasar terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau program Paket A dan Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang berbeda. SD/MI memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam pengertian ruang lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas. Oleh karena itu maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk SMP/MTs baik dalam pengertian dimensi kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas yang harus dikembangkan pada diri peserta didik.[5]Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
  1. peningkatan iman dan takwa;
  2. peningkatan akhlak mulia;
  3. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
  4. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
  5. tuntutanpembangunandaerah dan nasional;
  6. tuntutan dunia kerja;
  7. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  8. agama;
  9. dinamika perkembangan global; dan
  10. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar, Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP[6] .
KTSP di madrasah juga dapat dilakukan di luar struktur kurikulum yang ada, yaitu membangun nuansa Islami yang kondusif. Robert Zais seorang ahli kurikulum mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi semua pengalaman di bawah arahan madrasah walaupun tidak tertulis dalam struktur kurikulum. Lebih lanjut Schubert menyebutkan bahwa hidden curriculum dapat berupa tata tertib, kebiasaan, folkways dan nilai-nilai yang merupakan kebudayaan madrasah.[7]
Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, untuk menentukan performance yang diharapkan dari peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Standar Isi, untuk menentukan kedalaman dan keluasan materi minimum yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik. Standar Proses, sebagai acuan proses pembelajaran terstandar yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk pelayanan prima bagai peserta didik (masyarakat). Standar Penilaian, sebagai acuan dalam proses evaluasi baik formatif, ataupun sumatif, juga untuk pelaksanaan sertifikasi pada uji kompetensi. Standar Tenaga Kependidikan, digunakan sebagai prasyarat kemampuan minimum instruktur atau guru di dalam membimbing peserta didik untuk menempuh dan mencapai tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Standar Sarana Dan Prasarana, standar ini dibutuhkan untuk dapat menjalankan proses pemelajaran yang membutuhkan srsna dan prasarana minimum yang harus disediakan oleh satuan pendidikan[8], agar dapat mencapai kualitas hasil dan proses pemelajaran. Standar Pembiayaan, merupakan standar kebutuhan finansial untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dan Standar Pengelolaan, standar ini adalah bentuk pelayanan utama yang dapat diketahui dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat pada setiap satuan pendidikan ataupun oleh masyarakat sebagai stakeholder pendidikan.[9]Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 12-13 :
ôs)s9ur$oY÷s?#uäz`»yJø)ä9spyJõ3Ïtø:$#Èbr&öä3ô©$#¬!4`tBuröà6ô±tƒ$yJ¯RÎ*sùãä3ô±o¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9(`tBurtxÿx.¨bÎ*sù©!$#;ÓÍ_xîÓÏJymÇÊËÈøŒÎ)urtA$s%ß`»yJø)ä9¾ÏmÏZö/ewuqèdur¼çmÝàÏètƒ¢Óo_ç6»tƒŸwõ8ÎŽô³è@«!$$Î/(žcÎ)x8÷ŽÅe³9$#íOù=Ýàs9ÒOŠÏàtãÇÊÌÈ

Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)[10]

download power point KLIK

[6] Lihat : http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar